Selasa, 25 Agustus 2015

Evaluasi Kelayakan Pemberian Kredit Oleh Pt Bpr Artha Panggung Perkasa

Evaluasi Kelayakan Pemberian Kredit Oleh Pt Bpr Artha Panggung Perkasa
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Perbankan merupakan suatu lembaga keuangan yang ada di Indonesia yang memiliki peranan penting bagi kelangsungan perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi harus diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat serta mengatasi ketimpangan ekonomi dengan kesenjangan sosial. Pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan pendapatan masyarakat, perlu diberikan perhatian bagi usaha-uaha untuk membina dan melindungi usaha kecil dan tradisional serta golongan ekonomi lemah.

Bank Indonesia menilai koordinasi erat antara BI dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mencapai stabilitas makro-ekonomi dan pertumbuhan 6 persen pada tahun 2007. BI memiliki enam dari delapan syarat atau langkah yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang baik. Hasil rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI), selasa (22/11) di Jakarta juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi 2007 berpotensi meningkat lebih tinggi mencapai 6,3 persen jika langkah yang dibutuhkan direalisasikan lebih cepat. Jika langkah-langkah yang dibutuhkan gagal diimplementasikan secara tuntas, pertumbuhan ekonomi 2007 diperkirakan hanya 5,7 persen (www.kompas.co.id).

Pasar keuangan mikro Indonesia didominasi oleh dua jenis lembaga resmi yaitu: 4.000 lebih kantor Unit, yang merupakan kantor-kantor cabang pembantu Bank Rakyat Indonesia (BRI, yang sedang menjalani privatisasi), dan hampir 2.200 Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yang mewakili bank-bank yang lain. BRI disebut menguasai sekitar 45% portofolio Keuangan Mikro, sedangkan BPR sekitar 30%. Koperasi berperan besar dalam penyaluran kredit (sekitar 20% dari pangsa pasar), namun kurang berperan dalam penggalangan tabungan: BRI Unit menghimpun sekitar 75%, sedangkan BPR menghimpun 20% dana.

Keuangan mikro di Indonesia telah ada sejak akhir abad ke-19 dengan berdirinya Bank Kredit Rakyat dan Lumbung Desa. Kedua lembaga ini dibentuk untuk membantu petani, pegawai, dan buruh melepaskan diri dari lintah darat. Pada 1905 Bank Kredit Rakyat ditingkatkan menjadi Bank Desa yang cakupan pelayanannya diperluas meliputi kegiatan usaha di luar bidang pertanian. 
Keadaan ini berubah setelah keluarnya Undang-undang (UU) No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menetapkan bahwa hanya ada dua jenis bank di Indonesia, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Lembaga keuangan yang tidak memenuhi syarat sebagai BPR kemudian dikenal sebagai lembaga keuangan nonformal atau bank gelap.

Lembaga keuangan nonformal tercatat ada 2.272 LDKP (Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan) dan 5.345 BKD (Badan Kredit Desa) yang tidak memenuhi syarat sebagai BPR. Pergerakan jumlah BPR sangat ditentukan oleh perubahan jumlah BPR non BKD. Struktur BPR di Indonesia masih didominasi oleh BPR yang masuk kategori BKD. Sampai tahun 2002 hampir 60% BPR di Indonesia merupakan BKD. Kegiatan utama BPR adalah menerima simpanan dan memberikan kredit skala kecil dalam jangka pendek kepada pedagang-pedagang di pasar dan penduduk desa. Wilayah kerjanya umumnya bersifat lokal tingkat desa. (www.smeru.or.id).

Selama ini BPR seolah-olah berada dalam kegelapan pada saat melaksanakan proses untuk memberikan fasilitas kredit (penyediaan dana) kepada calon debitur yang belum dikenal dengan baik, karena sangat sulit untuk mendapatkan informasi tentang calon debitur tersebut terutama debitur yang sebelumnya telah memperoleh penyediaan dana dari bank lain. Debitur yang bermasalah berpindah dari bank lain ke BPR sangat mungkin terjadi.

Hal tersebut dikarenakan belum diikutsertakannya BPR dalam Sistem Informasi Debitur (SID) yang dikelola oleh BI. BPR mulai tahun 2006 diikutsertakan dalam SID, berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.7/8/PBI/3005 tanggal 24 Januari 2005 tentang Sistem Informasi Debitur. SID menjadikan BPR bertindak sebagai pelapor dan wajib bagi BPR dengan total asset Rp10,00 miliar ke atas, sedangkan BPR dengan total asset dibawah Rp10,00 miliar tidak wajib, namun diperkenankan untuk menjadi pelapor sepanjang memiliki infrastruktur yang memadai (www.bi.go.id).

Peranan BPR dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat dari skala usahanya. Bila melihat skala usaha, harus dikatakan bahwa BPR kurang efisien dibanding bank-bank umum. Penyebabnya adalah kecilnya skala usaha dan kualitas SDM. Tetapi BPR memiliki kekuatan dalam hal likuiditas dibanding bank umum. Keunggulan BPR yang lainnya yaitu BPR tetap menjalankan fungsi intermediasinya secara seimbang, sekalipun perekonomia Indonesia dalam kondisi krisis. BPR dilihat dari segi permodalan juga lebih baik dari pada bank umum (Manurung dan Rahardja, 2004: 216-217).
Perkreditan bukanlah masalah yang asing, baik dalam kehidupan kota maupun dalam pedesaan. Kredit merupakan salah satu pembiayaan sebagian besar dari kegiatan ekonomi. Perkreditan merupakan kegiatan yang penting bagi perbankan, karena kredit juga merupakan salah satu sumber dana yang penting untuk setiap jenis usaha. Sebelumnya dimulainya kegiatan pemberian kredit diperlukan suatu analisis yang baik dan seksama terhadap semua aspek perkreditan yang dapat menunjang proses pemberian kredit, guna mencegah timbulnya suatu risiko kredit.

Beberapa perbankan nasional guna meningkatkan kinerja yang baik dengan melakukan perencanan yang baik dalam menentukan strategi penyaluran kredit. Strategi yang dilakukan mereka yaitu dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, selain itu dengan melakukan analisis kredit yang komprehensif dan pengawasan kredit yang melekat serta sikap kehati-hatian.

      PT BPR Artha Panggung Perkasa dalam pemberian kredit tetap berdasarkan pada prinsip kehati-hatian (prudential banking) untuk menghindari risiko kredit bermasalah dan kredit macet. Bank juga langsung melakukan penanganan atas permohonan kredit yang di terima dengan melakukan survei ke tempat usaha dan survei jaminan setelah dilakukan wawancara pendahuluan. 
Pelayanan yang cepat namun tepat sasaran akan memberikan rasa nyaman bagi para calon nasabah kredit. Untuk produk kredit yang diberikan oleh PT BPR Artha Panggung Perkasa mempunyai jangka waktu yang bervariasi, yaitu kredit angsuran maksimal sampai dengan 2 tahun sedangkan kredit tetap maksimal sampai 6 bulan. Kredit yang diberikan tergantung pada permohonan dari debitur.

Penyaluran kredit merupakan faktor yang sangat menjadi perhatian bagi PT BPR Artha Panggung Perkasa maka perlu ditumbuh kembangkan dengan memberikan kredit kepada sektor-sektor usaha yang produktif untuk skala Usaha Kecil Menengah (UKM) serta selalu menjaga hubungan yang harmonis antara nasabah dengan Bank dalam rangka menghindari terjadinya kredit macet.

Bank lebih cenderung memberikan pinjaman jangka pendek kepada debiturnya, karena pinjaman tersebut mempunyai batas pelunasan yang relatif cepat dan dana yang diberikan juga minim. Bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan misalnya debitur ingkar janji terhadap kewajibannya maka risiko yang ditanggung oleh pihak bank relatif kecil. Keuntungan yang lainnya yaitu dapat memberikan kesempatan kepada debitur yang lain untuk penyaluran kredit.

PT BPR Artha Panggung Perkasa Trenggalek memiliki nasabah hingga akhir Juli 2007 sebanyak 591 orang, karena nasabahnya merupakan nasabah konsumen (untuk kepentingan pribadi atau usaha). Nasabah konsumen tidak hanya menggunakan dana yang diberikan oleh bank untuk kepentingan pribadi saja tetapi ada yang menggunakannya untuk kepentingan tambahan modal usahanya. PT BPR Artha Panggung Perkasa Trenggalek memiliki debitur hingga akhir Juli 2007 sebanyak 159 orang, dari jumlah debitur yang ada yang dikatakan layak untuk diberikan kredit oleh pihak kreditur sebanyak 90%.

PT BPR Artha Panggung Perkasa Trenggalek menawarkan pinjaman berupa pinjaman konsumen/personal dan pinjaman usaha kecil menengah. Debitur yang meminjam kredit kebanyakan merupakan nasabah lama dari bank, sehingga dalam pemberian kredit akan lebih memudahkan pihak bank dalam mengevaluasi kinerja debitur tersebut. Debitur yang diangkat disini memiliki jenis usaha yang berbeda-beda, diantaranya adalah pedagang, petani, PNS (Pegawai Negeri Sipil), kontraktor. Debitur disini mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda dalam peminjaman kredit, diantaranya yaitu untuk tambahan modal dan untuk konsumtif sendiri.

Lembaga perkreditan baik formal maupun non formal keberadaanya saat ini sangat membantu para industri kecil dalam memenuhi kekurangan modal untuk usahanya. Pada umumnya suatu usaha memanfaatkan dana yang tidak kecil jumlahnya dan manfaat dari dari usaha tersebut baru akan diterima pada masa yang akan datang. Waktu yang akan datang penuh dengan ketidakpastian, sehingga diperlukan suatu penilaian dalam suatu usaha, dimana seorang nasabah apakah mampu dalam mengembalikan suatu pinjaman yang telah dipinjam untuk menjalankan usahanya. .

Pihak bank dalam mengambil keputusan untuk memberikan kredit, terlebih dahulu harus diperoleh data bahwa, kredit yang diberikan mampu dikembalikan oleh debitur sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Upaya yang dilakukan oleh bank untuk memperoleh data tersebut antara lain dengan cara melakukan analisis terhadap debitur. Analisis ini sangat perlu dilakukan karena hal ini merupakan sebagai suatu bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan pemberian kredit.

Pemberian kredit yang tidak memperhatikan kebijaksanaan dan prosedur yang ada akan mengundang timbulnya penyimpangan-penyimpangan yang lain, semakin jauh pemberian kredit dari pedoman yang telah disusun maka akan semakin besar persentase kredit macet. Salah satu hal yang paling penting dalam pemberian kredit yaitu dengan melakukan deteksi dini (evaluasi kembali) atas kredit yang diduga akan bermasalah, sehingga kredit tersebut dapat diselamatkan dan terhindar dari kemacetan. 
Dengan adanya latar belakang yang telah terpaparkan diatas, maka menarik penulis untuk mengevaluasi kelayakan pemberian kredit yang disalurkan oleh bank untuk para nasabah yang membutuhkan tambahan modal dalam rangka memajukan usahanya. Hal ini didasarkan pada perencanaan kredit yang baik akan menghasilkan kinerja perusahaan yang baik pula. Faktor ini sangatlah penting bagi pihak bank karena hal ini akan menunjukkan bahwa kelayakan pemberian kredit oleh pihak bank yang diberikan kepada debiturnya dalam rangka untuk memajukan usahanya.
Berdasarkan uraian di atas maka mendorong penulis untuk mempelajari kelayakan pemberian kredit yang disalurkan oleh bank. Penulis dalam hal ini lebih memperhatikan pada aspek ” Evaluasi Kelayakan Pemberian Kredit oleh PT BPR Artha Panggung Perkasa Trenggalek”.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah pemberian kredit yang dilakukan oleh pihak PT BPR Artha Panggung Perkasa Trenggalek kepada beberapa debiturnya layak?”.

C.    Batasan Masalah
Untuk menghindari keluasan masalah, maka peneliti membatasai permasalahan evaluasi kelayakan pemberian kredit yang dilakukan oleh pihak PT BPR Artha Panggung Perkasa Trenggalek untuk menilai layak atau tidak kredit tersebut diberikan kepada debitur, khususnya pada personal atau usaha kecil.
D.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
  1.  Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kelayakan pemberian kredit yang dilakukan oleh pihak PT BPR Artha Panggung Perkasa Trenggalek kepada debitur untuk menilai benar-benar layak atau tidak kredit tersebut diberikan.
  2.  Kegunaan Penelitian
a. Bagi Manajemen PT BPR Artha Panggung Perkasa Trenggalek
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana sumbangan pikiran dalam menentukan kebijaksanaan kredit yang diberikan kepada nasabah.
b. Bagi Pemegang Saham
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kwalitas produk yang ditawarkan untuk masa yang akan datang.
c. Bagi Debitur dan Calon Debitur
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan wawasan dalam mengambil pinjaman kredit.
d. Bagi peneliti selanjutnya 
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.



BAB II
TUNJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Peneliti Terdahulu
Peneliti terdahulu dilakukan oleh Sulistyo pada tahun 2006 yang berjudul analisis keuangan debitur untuk mengukur tingkat kelayakan dalam pemberian kredit pada Bank Jatim Cabang Blitar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menginterprestasikan analisis keuangan yang digunakan Bank Jatim Cabang Blitar dalam mengukur tingkat kelayakan kredit terhadap laporan keuangan debitur. Alat analisis yang dipakai yaitu berupa analisis rasio keuangan, analisis sumber dan penggunaan dana serta analisis kebutuhan modal kerja. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa UD ABC layak untuk mendapatkan kredit dari Bank Jatim Cabang Blitar maksimal Rp30.000.000,00.
Persamaan peneliti yang dilakukan Sulistyo dengan peneliti sekarang adalah sama-sama meneliti tentang kelayakan pemberian kredit kepada debitur. Perbedaan peneliti sekarang dengan terdahulu adalah peneliti terdahulu menggunakan analisis rasio keuangan, analisis sumber dan penggunaan dana serta analisis kebutuhan modal kerja sedangkan peneliti sekarang menggunakan metode analisis berbasis 6C.


BAB II 
STUDI KEPUSTAKAAN

1. Keputusan Penyaluran Kredit
Bank dalam menjalankan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan mengeluarkannya kembali dalam berbagai alternative investasi. Sehubungan dengan fungsi pengumpulan dana ini, bank sering pula disebut lenbaga kepercayaan, transaksi usaha bank senantiasa berkaitan dengan uang.
Definisi bank yang dapat diberlakukan di Negara kita adalah sesuai dengan aturan yang ada yaitu tercantum dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan dan merupakan perubahan atas undang-undang Nomor 7 Tahun 1992. Pengertian bank memberi tekanan bahwa bank dalam mengajukan usahanya terutama menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana bank, kegiatan bank juga harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup rakyat banyak. 
Sektor perbankan memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi dan penunjang system pembayaran. Peran perbankan perlu ditingkatkan sesuai dengan fungsinya dalam menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat dengan lebih memperhatikan pembiayaan kegiatan sektor perekonomian nasional dengan prioritas pada koperasi, pengusaha kecil dan menengah, serta akan memperkuat struktur perekonomian nasional.
Bank atau perbankan adalah salah satu lembaga keuangan di Indonesia. Lembaga keuangan lainnya adalah lembaga keuangan bukan bank (LKBB). Definisi lembaga keuangan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 792 tahun 1990, yaitu semua badan yang memiliki kegiatan di bidang keuangan berupa penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama untuk membiayai investasi perusahaan.
Berdasarkan undang-undang RI No.7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang RI No.10 tahun 1998 tentang perbankan, maka bank dapat dibedakan menjadi:
a. Bank Umum
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kredit artinya kepercayaan, maksudnya yaitu kepercayaan dari kreditur bahwa debiturnya akan mengembalikan pinjaman beserta bunganya sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. Pengertian kredit menurut undang-undang perbankan No. 10 tahun 1998 pada dasarnya merupakan pemberian pinjaman oleh bank kepada nasabahnya untuk pembiayaan kegiatan usahanya dalam jumlah tertentu dalam jangka waktu yang disepakati bersama antara bank sebagai kreditor dan nasabah sebagai debitur, dengan ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama yang dituangkan dalam suatu perjanjian kredit yang berisi antara lain kesediaan debitur untuk membayar kembali kreditnya, termasuk beban bunganya.
Tujuan utama pemberian suatu kredit bagi bank antara lain (Siamat, 1995 : 97):
a. Kredit komersil merupakan kredit yang diberikan untuk memperlancar kegiatan usaha nasabah dibidang perdagangan.
b. Kredit konsumtif merupakan kredit yang diberikan oleh bank untuk memenuhi kebutuhan debitur yang bersifat konsumtif.
c. Kredit produktif merupakan kredit yang diberikan oleh bank dalam rangka membiayai kebutuhan modal kerja debitur sehingga dapa memperlancar produksi.
Fungsi dari suatu kredit bagi masyarakat yaitu (Kasmir, 2002: 106-108):
a. Menjadi motivator peningkatan kegiatan perdagangan dan perekonomian.
b. Memperluas lapangan kerja bagi masyarakat.
c. Memperlancar arus barang dan arus uang.
d. Meningkatkan produktivitas yang ada.
e. Meningkatkan kegairahan berusaha mesyarakat.
f. Memperbesar modal kerja perusahaan.
Adapun unsur-unsur kredit yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut (Kasmir, 2004: 103-105):
a. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan suatu keyakinan pemberian kredit bahwa kredit yang diberikan akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa yang akan datang.
b. Kesepakatan
Kesepakatan merupakan suatu kesepakatan yang dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masing-masing.
c. Jangka waktu
Jangka waktu merupakan masa pengembalian kredit yang telah disepakati.
d. Risiko
Risiko merupakan suatu kemungkinan tidak tertagihnya pinjaman atau macetnya pengembalian kredit.
e. Balas jasa
Balas jasa merupakan suatu keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa, yang kita kenal dengan nama bunga.
Secara teoritis terdapat bermacam-macam kredit, tetapi dalam pembahasan ini kita batasi pada kredit yang umumnya disalurkan kepada usaha kecil menengah (UKM):

a. Jenis kredit berdasarkan tujuan penggunaannya
1) Kredit investasi
Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun usaha baru.
2) Kredit modal kerja
Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.
3) Kredit konsumtif
Kredit konsumtif merupakan kredit yang dipergunakan untuk kebutuhan sendiri bersama keluarga. 
b. Jenis kredit berdasarkan jangka waktu
1) Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang berjangka waktu selama-lamanya 1 tahun (kurang dari 1 tahun).
2) Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1 sampai 3 tahun.
3) Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari 3 tahun.
c. Jenis kredit berdasarkan cara pemakaiannya
1) Kredit rekening koran bebas, yaitu nasabah diperbolehkan untuk melakukan penarikan uang sekaligus asal tidak melebihi jumlah maksimum yang disetujui.
2) Kredit rekening terbatas, yaitu nasabah tidak diperbolehkan untuk melakukan penarikan uang sekaligus, tetapi secara teratur disesuaikan dengan kebutuhan.
3) Installment credit, yaitu penarikan tidak diijinkan sekaligus, akan tetapi untuk penarikannya diatur sesuai dengan schedule tertentu.

2. Faktor-Faktor Penentu Dalam Pemberian Kredit
      Pinjaman usaha kecil lebih kompleks karena bank seringkali diminta mengambil resiko kredit. Dalam pemberian kredit membutuhkan suatu analisis terhadap usaha yang dilakukan debitur untuk menentukan suatu keputusan dalam pemberian kredit. Salah satu cara menilai kegiatan usaha debitur adalah dengan menggunakan prinsip-prinsip kredit pada aspek-aspek usaha debitur. Adapun prinsip-prinsip yang digunakan adalah berupa analisis 6C dan 7P. Adapun 6C menurut Gup and Kolari (2005; 263) tersebut adalah:
a. Character, sifat dan watak dari nasabah (kejujuran, tanggungjawab, integritas dan konsisten). Sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, tercermi dari latar belakang debitur baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi.
b. Capacity, kemampuan seseorang untuk menjalankan bisnis. Debitur perlu dianalisis apakah dia mampu memimpin dengan baik dan benar usahanya. Jika dia mampu memimpin usahanya, maka dia juga akan mampu untuk mengembalikan pinjamam sesuai dengan perjanjian dan perusahaannya tetap berjalan.
c. Capital, kondisi keuangan dari nasabah (pendapatan bersihnya). Modal yang besar maka menunjukkan besarnya kemampuan debitur untuk melunasi kewajiban-kewajibannya.
d. Colleteral, kekayaan yang dijanjikan untuk keamanan dalam transaksi kredit/anggunan. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jika terjadi kredit macet, maka agunan inilah yang digunakan untuk membayar kredit tersebut.
e. Condition, faktor luar (kondisi ekonomi) yang mengontrol perusahaan. Menilai kredit hendakya juga dinilai kondisi ekonomi sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta prospek usaha dari sektor yang ia (peminjam) jalankan.
f. Compliance, kepatuhan terhadap hukum dan undang-undang yang berlaku itu sangatlah penting. Hal ini menyangkut atas kepatuhan kreditur dan debitur dengan perjanjian yang telah disepakati bersama.
Penilaian dengan menggunakan analisis 7P adalah sebagai berikut menurut Kasmir (2004; 106) :
a. Personality, menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Sifat, kepribadian calon debitur dipergunakan sebagai dasar pertimbangan pemberian kredit.
b. Party, mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakter.
c. Purpose, untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah.
d. Prospect, untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya.
e. Payment, merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit.
f. Profitability, untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.
g. Protection, tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindunngan. Perlindungan dapat berupa barang atau orang atau jaminan asuransi.

3. Analisis Kelayakan Kredit
      Disamping menggunakan 6C, dalam penilaian suatu kredit guna menilai layak atau tidak untuk diberikan kredit dapat dilakukan juga dengan menggunakan beberapa aspek, yaitu (Siamat, 2004 :107-110):

a. Aspek yuridis/hukum
Aspek ini menyangkut masalah legalitas badan usaha serta ijin-ijin yang dimiliki perusahaan yang mengajukan kredit.
b. Aspek pemasaran
Aspek ini menyangkut kemampuan daya beli masyarakat, keadaan kompetisi, kualitas produksi.
c. Aspek keuangan
Aspek ini menyangkut sumber-sumber dana yang dimiliki untuk membiayai usahanya dan bagaimana penggunaan dana tersebut.
d. Aspek teknis/operasi
Aspek ini menyangkut kelancaran produksi, kapasitas produksi, mesin-mesin dan peralatan, ketersediaan dan kontinuitas bahan baku, lokasi, lay out ruangan.
e. Aspek manajemen
Aspek ini menyangkut struktur organisasi, sumber daya manusia yang dimiliki serta latar belakang pengalaman sumber daya manusianya.
f. Aspek sosial ekonomi
Aspek ini menganalisis dampaknya terhadap perekonomian dan masyarakat.
Kredit yang diberikan oleh bank merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dirpersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan, menurut Taswan (1997; 173).
Pemberian kredit harus berdasarkan atas kebijaksanaan kredit yang berlaku. Kebijaksanaan perkreditan meliputi penetapan standar kredit dan analisis kredit. Kebijaksanaan perkreditan bank harus diprogram dengan baik dan benar. Program perkreditan harus didasarkan pada asas yuridis, ekonomis dan kehati-hatian. 
Nilai kredit merupakan dasar kinerja keuangan yang lalu pada perusahaan peminjam yang sama untuk sebuah nilai. Kewajiban pembayaran yang lalu, beban hutang yang relatif dengan pendapatan, dan jabatan merupakan contoh faktor yang berhubungan dengan kredit konsumen dan pinjaman hipotik perusahaan. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menilai suatu kelayakan kredit, yaitu menurut Gup and Kolari (2005; 218) :
a. Kredit konsumen, menggunakan model variabel dimana pembayaran historis (bobotnya 35%); berapa banyak hutang (bobotnya 30%); panjang kredit historis (bobotnya 15%); kredit baru (bobotnya 10%); tipe kredit yang dipakai (bobotnya 10%). Nilai kredit yang tinggi merupakan tanda resiko kredit yang rendah.
b. Bisnis kecil, menggunakan model nilai kredit untuk pinjaman hingga $250,000, walaupun banyak bank yang masih menggunakan pinjaman hingga  $100,000. Pinjaman dengan resiko tinggi berarti biaya bunga yang ditanggung juga tinggi. Model ini sangat efisien, karena dengan model ini akan taat pada peraturan dibanding kebijakan ketika membuat pinjaman.
Kunci sukses dari bisnis kredit adalah analisis kredit yang sistematis. Bila analisis kurang cermat maka membuat kredit tersebut menjadi kredit yang berbahaya, bisa menimbulkan resiko kredit. Analisis kredit selalu mengutamakan jaminan, dimana jaminan dan karakter dari debitur dianggap sebagai determinan utama resiko kredit. 
Tujuan dari adanya analisis kredit adalah untuk menentukan kesanggupan dan kesungguhan seorang peminjam untuk membayar kembali pinjaman sesuai dengan persyaratan yang terdapat dalam perjanjian pinjaman. Analisis dan evaluasi kredit sekurang-kurangnya meliputi informasi sebagai berikut (Kuncoro, 2002 : 251-252):
a. Identitas pemohon
Identitas tersebut mencakup nama pemohon, dimisili, bentuk usaha, jenis usaha, susunan pengurus, legalitas usaha.
b. Tujuan permohonan kredit
Tujuan tersebut mencakup jumlah kredit, obyek yang dibiayai, jangka waktu kredit, kebutuhan kredit.
c. Riwayat hubungan bisnis dengan bank
Hal tersebut mencakup saat mulai, bidang hubungan bisnis, nilai transaksi bisnis, kualitas hubungan bisnis, jumlah total nilai hubungan bisnis.
d. Analisis 6C kredit
Analisis ini mencakup analisis watak, analisis kemampuan, analisis modal, analisis kondisi/prospek usaha, analisis agunan kredit.

C.    Kerangka Pikir
Evaluasi kelayakan pemberian kredit merupakan suatu penilaian dimana suatu debitur apakah pantas atau tidak untuk menerima pinjaman dari bank. Proses keputusan layak atau tidak debitur diberi kredit, dapat dijelaskan dengan gambar 2.1:



  Gambar 2.1: Kerangka Pikir Evaluasi Kelayakan Pemberian Kredit

Debitur dalam mengajukan permohonan kredit harus memenuhi persyaratan/berkas sebagai permohonan kredit, yang kemudian akan diperiksa keabsahannya oleh pihak bank/kreditur, kemudian akan ditentukan mana yang diterima dan yang ditolak. Jika diterima, maka akan dilakukan proses analisis dengan menggunakan analisis berbasis 6C dan unsur-unsur usaha. Dari hasil analisis tersebut, bagi yang diterima akan dievaluasi kembali kelayakannya apakah benar-benar layak atau tidak diberi kredit oleh bank. Kemudian barulah pihak bank mengambil keputusan untuk memberikan kredit atau tidak.

D.    Hipotesis
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka hipotesis pada penelitian ini adalah : “Sebagian besar debitur layak diberi kredit oleh PT BPR Artha Panggung Perkasa Trenggalek.”


BAB III
METODE PENELITIAN
      
A.  Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada PT BPR Artha Panggung Perkasa, yang terletak di Jl. Soekarno Hatta No.20 Ruko Hayam Wuruk Lt. 1 No.10 Trenggalek.

B.  Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah diskriptif karena sifatnya hanya menggambarkan tentang kelayakan pemberian kredit yang diberikan oleh PT BPR Artha Panggung Perkasa Trenggalek kepada debitur.

C.  Definisi Operasional
Definisi variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Definisi operasional dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Character, karakter yang berkaitan dengan intergritas/kemampuan dalam membayar kewajiban dari calon debitur. Ukuran yang dipakai untuk diteliti yaitu kelahiran/usia, keadaan keluarga (anak,istri), sifat-sifat pribadi, pergaulan dalam masyarakat, hubungan dengan relasi, hubungan dengan bank dan kondisi tempat tinggal.
b. Capacity, kemampuan debitur dalam melunasi pokok pinjaman beserta bunganya. Penilaian ini dilihat dari kegiatan usaha dan manajemen yang akan dibiayai oleh kreditur. Ukuran yang dipakai untuk diteliti yaitu pendidikan, pengalaman, usaha/pekerjaan.
c. Capital, jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh debitur. Ukuran yang dipakai untuk diteliti yaitu modal.
d. Collateral, jaminan yang diberikan oleh debitur baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Ukuran yang dipakai untuk diteliti yaitu status kepemilikan harta (rumah, kendaraan).
e. Condition, kondisi perekonomian mempengaruhi kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajiban. Ukuran yang dipakai untuk diteliti yaitu kondisi ekonomi, pesaing.
f. Compliance, kepatuhan terhadap hukum dan undang-undang yang berlaku. Ukuran yang dipakai untuk diteliti yaitu patuh dengan perjanjian yang telah disetujui antara bank dan debitur.

D. Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan atau diperoleh adalah berupa data primer dan data sekunder dari tahun 2006-2007. Data primer diperoleh dari tanya jawab secara langsung dengan pemohon kredit/debitur. Data sekunder diperoleh dari laporan/informasi dari bank.

E. Teknik Pengambilan Data
Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh debitur dari PT BPR Artha Panggung Perkasa Trenggalek. Pengambilan sampel dimaksudan untuk memperoleh keterangan mengenai obyek-obyek penelitian dangan cara mengamati sebagaian dari populasi. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 10% dari populasi yang ada yaitu sebanyak 15 debitur.

F.  Teknik Pengumpulan Data
a. Metode Survey
Metode survey merupakan metode yang mengerjakan evaluasi serta perbandingan-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan dalam menangani situasi atau masalah yang serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatn rencana dan pengambilan keputusan dimasa mendatang. Metode survei ada dua macam, yaitu:
1) Wawancara adalah penelitian yang dilakukan secara langsung dengan proses tanya jawab yang berkaitan dengan topik yang dibahas oleh penulis kepada pihak debitur dan masyarakat sekitarnya.
2) Kuesioner adalah penelitian yang dilakukan secara langsung dengan proses memberikan pertanyaan serta jawaban secara tertulis kepada debitur yang berkaitan dengan topik yang dibahas oleh penulis.


b. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah cara untuk memperoleh data dengan jalan mencetak secara langsung dari buku pedoman yang dimiliki oleh PT BPR Artha Panggung Perkasa Trenggalek serta mengumpulkan data dengan cara mempelajari dan mencari referensi atau literatur dari buku.

G. Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan untuk menganalisis kelayakan pemberian kredit kepada debitur, yaitu dengan menggunakan alat analisis berbasis 6C. Tolok ukur yang dipakai dalam kelayakan pemberian kredit terhadap debitur yaitu:
1) Character:
a) Usia berkisar antara 30-55 tahun.
b) Tanggungan dalam keluarga maksimal 5 orang.
c) Sifat pribadinya baik yaitu jujur, bertanggung jawab, bisa dipercaya.
d) Tempat tinggal merupakan milik sendiri.
e) Mempunyai pekerjan yang jelas/tetap.
f) Hubungan dengan relasi bisnis harus baik.
2) Capacity:
a) Pendidikan yang ditempuh minimal SMU sederajat.
b) Kemampuan menjalankan usahanya lancar..
c) Konsumen yang datang rata-rata tiap bulannya 100-299 orang.
d) Jumlah tenaga kerja antara 4-9 orang.
3) Capital:
a) Modal yang dimiliki merupakan modal sendiri dan modal pinjaman.
b) Usahanya menghasilkan laba.
4) Colleteral:
a) Status kepemilikan harta yaitu atas nama sendiri.
b) Jaminan harus melebihi pinjaman.
c) Kondisi jaminan harus baik.
5) Condition:
a) Tidak memiliki banyak pesaing di sekitar lingkungan usahanya.
b) Lokasi usahanya berada di tempat yang strategis.  
6) Compliance:
a) Tidak pernah melakukan pelanggaran baik hukum maupun undang-undang.
b) Harus patuh terhadap hukum yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. Hasyim, Drs. 1995. Manajemen Bank. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Arthesa, Ade, Ir, MM dan Handiman, Edia, Ir. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. PT Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta.

Cornett, MM and Saunders, A. 1999. Fundamentals of Financial Institutions Management. Mc Graw Hill. Singapore.

Gup, Benton E and Kolari, James W. 2005. Commercial Banking. John Wiley and Sons. USA.

Kasmir. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kasmir. 2002. Dasar-dasar Perbankan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kuncoro, Mudrajad dan Suhaedjono. 2002. Manajemen Perbankan. BPFE. Yogyakarta.

Manurung, Mandala dan Rahardja, Prathama. 2004. Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Muljono, Teguh Pudjo. 1993. Manajemen Perkreditan. BPFE. Yogyakarta.

Nazir, Moh, Ph.D. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor.

Siamat, Dahlan. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sinungan, Muchdarsyah, Drs. 1993. Manajemen Dana Bank. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Sutojo, Siswanto. 1995. Analisa Kredit bank Umum. PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.

Reksoprayitno, Soediyono. 1992. Prinsip-prinsip Dasar Manajemen Bank Umum. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.

Taswan, SE. 1997. Akuntansi Perbankan. Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Semarang. 

www.bi.go.id

www.kompas.co.id

www.smeru.or.id

Pengertian Pemasaran Jasa Menurut Para Ahli

Pengertian Pemasaran Jasa Dalam konsep pemasaran modern telah dikatakan bahwa titik tolak dari kegiatan pemasaran ialah mengetahui kebu...